Motion Graphic Ramayana

Dear Sobat Kunta Wijaya,

Pasti sudah tidak asing dengan kisah Ramayana, kan? Setelah sebelumnya teman-teman dari Komunitas Wayang Kunta Wijaya pernah membuat infografik tentang kisah Ramayana (link), sekarang muncul lah versi lain dari cara penyampaian kisah tersebut. Silakan disimak dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia :))

Oh iya, motion graphic ini merupakan karya artist handal kita, Yofiandhy Dwi Indrayana. Selamat menonton! (link: youtube)



Pertunjukkan Wayang Orang Bharata: Gatotkaca Senopati

Pada Hari Sabtu, 15 Februari 2014 lalu, beberapa anggota Komunitas Wayang Kunta Wijaya berkesempatan mengunjungi salah satu tempat pertunjukkan seni wayang orang di Jakarta. Tempat tersebut bernama "Gedung Wayang Orang Bharata" yang terletak di Jl. Kalilio No. 15, Senen. Letaknya tidak jauh dari Terminal Bus Senen. 

(Sumber: google)
Sekelumit Kisah tentang "Gedung Wayang Orang Bharata"

Setelah beberapa lama renovasi dilakukan pada Gedung Wayang Orang Bharata, akhirnya kelompok seni tersebut kembali menggelar pementasan di gedung yang telah mengalami pemugaran pertama kali pada tahun 1999 sampai dengan 2005. Kelompok seni Bharata telah mementaskan lakon-lakon pewayangan kepada masyarakat sejak tahun 1972 dan sempat vakum selama kurang lebih enam tahun karena adanya pemugaran gedung pertunjukkan. Eksistensi kelompok seni Wayang Orang Bharata yang cukup lama ini menyuguhkan pengalaman nostalgia bagi para pecinta wayang orang yang telah sepuh. Para pecinta wayang orang di kalangan anak muda pun disuguhkan suasana pertunjukkan wayang orang yang klasik. 

Suasana klasik tersebut langsung terasa saat melihat lukisan embos bergambarkan Para Pandawa yang terpampang jelas tepat di depan pintu masuk. Di kedua sisi pintu gedung, terdapat dua patung dwaralapa yang sangat identik dengan bangunan-bangunan khas Jawa. Masuk ke ruang pertunjukkan, kita akan menemukan deretan kursi-kursi penonton yang terbuat dari kayu, berbeda dengan kursi yang sering kita temui di bioskop-bioskop saat ini. Kesan klasik tersebut tetap dijaga, meskipun telah banyak perubahan dan teknologi-teknologi yang diterapkan untuk mendukung terlaksananya pertunjukkan yang lebih baik lagi.

Suasana kursi penonton sebelum pertunjukkan dimulai


Pertunjukkan Tarian



Lakon Gatotkaca Senapati


Pertunjukkan wayang orang saat itu berjudul "Gatotkaca Senapati." Terdengar cukup menarik di telinga kami yang terhitung masih awam dengan kisah-kisah pewayangan. Siapa yang tak kenal dengan sosok yang kerap kali disebut memiliki otot kawat tulang baja tersebut. Maka, kami berlima pun berangkat menuju gedung pertunjukkan di Kawasan Senen tersebut setelah mereservasi tiket kelas 1. Range harga tiket pertunjukkan untuk Wayang Orang Bharata ini cukup terjangkau, yaitu:
VIP Rp 60.000,- 
Kelas 1 Rp 50.000,-
Balkon Rp 40.000,-

Pertunjukkan baru dimulai sekitar pukul 9 malam. Saat itu, kursi penonton tidak terisi penuh, namun tetap ramai. Kebanyakan penonton datang dari kalangan orang tua dan para pemuda, bahkan juga anak-anak. Hal ini menunjukkan masih adanya antusiasme masyarakat ibu kota terhadap pertunjukkan wayang orang. Pertunjukkan ini berdurasi sekitar tiga jam dan menggunakan bahasa Jawa sebagai pengantarnya. Bagi penonton yang tidak mengerti bahasa Jawa, disediakan teks berjalan di atas panggung teater yang berisi ringkasan cerita mengenai adegan yang tengah dipentaskan dalam bahasa Indonesia.

Prabu Bukbis
Setelah berbagai sambutan, akhirnya pertunjukkan wayang orang berlakon "Gatotkaca Senapati" pun dimulai. Penulis akan mencoba menceritakan sedikit tentang lakon yang dibawakan. Apabila terdapat kekurangan, mohon dimaafkan :)

Pertunjukkan dimulai dengan adegan perang antara Hanoman dengan Bukbis, anak dari Rahwana yang diperintah untuk menghabisi pasukan Rama pada saat menyerbu Alengka. Pada adegan itu, diceritakan bahwa Bukbis memiliki kesaktian berupa topeng yang dapat memancarkan api, yang disebut topeng waja. Hanoman berhasil mengalahkan Bukbis dengan menggunakan cermin. Bertahun-tahun kemudian, topeng waja tersebut jatuh ke tangan Boma Narakasura, yaitu anak dari Prabu Kresna. Topeng tersebut nantinya akan digunakannya untuk melawan Gatotkaca dalam perebutan gelar senapati.

Diceritakan, Sadewa datang ke Dwarawati untuk meminta bantuan Kresna melancarkan penobatan Gatotkaca yang pada saat itu sedang sakit. Mendengar hal itu, Boma Narakasura alias Sutedjo marah. Ia menganggap hal tersebut seharusnya tidak perlu campur tangan ayahnya. Ia mengatakan kalau di Dwarawati sendiri masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Sementara itu, pihak Pandawa selalu berlari ke ketiak ayahnya untuk meminta bantuan.

Boma Narakasura alias Sutedjo
Perasaan sakit hati itu membuat Boma Narakasura melabrak Sadewa yang pulang dengan tangan hampa karena mendapat penolakan dari Kresna. Pada saat itu, Antasena muncul dari dalam tanah membantu Sadewa melawan Boma. Kresna muncul dan menanyakan duduk permasalahannya. Saat itu diketahui kalau Boma Narakasura tidak menghendaki perbuatan Sadewa yang meminta bantuan kepada Kresna. Dibalik perasaan itu, ternyata Boma Narakasura tidak rela ayahnya membantu Gatotkaca. Ia juga ingin dijadikan senapati di Baratayudha nanti.

Dengan berbagai pertimbangan, Kresna akhirnya menyanggupi menemui Gatotkaca yang sedang sakit di Pringgondani. Saat pertemuan tersebut, tanpa diduga, Gatotkaca mengalami mukswa/menghilang dari singgasananya.

Di kahyangan, para dewa sedang berdebat  mengenai siapa yang pantas menjadi senapati dengan memberikan tugas membuat jalan dari Kahyangan ke Tegal. Boma Narakasura/ bermaksud mengalahkan Gatotkaca dengan cara mengambil alih tugas tersebut.

Singkat cerita, Gatotkaca bertemu dengan Boma Narakasura di jalur Kahyangan - Kurusethra. Ia pun bertarung melawan Boma Narakasura yang menggunakan topeng waja sebagai pusaka. Gatotkaca berhasil mengalahkan Boma Narakasura setelah diberitahu Nakula tentang kelemahan pusaka tersebut, yaitu dengan menggunakan cermin.

Prabu Kresna yang pada saat itu cenderung mendukung anaknya, Boma Narakasura, meminta maaf atas kelakuan anaknya. Ia pun menyanggupi untuk membantu Gatotkaca menyelesaikan tugasnya membuat jalan dari Khayangan ke Tegal Kurusethra.

Amanah memang tidak pernah salah memilih siapa yang memikulnya. Apabila kita beranggapan sanggup memikul suatu amanah, sudah tentu cara-cara yang baiklah yang harus kita tempuh untuk mendapat kepercayaan tersebut. Boma Narakasura ingin dipilih menjadi senapati di perang Bharatayudha nanti, ia pun melakukan cara curang untuk mendapatkannya. Hasratnya tersebut lebih karena ia ingin mengalahkan Gatotkaca, bukan karena ingin mengabdi. 



Anggota Kunta Wijaya (minus saya :'D)


Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah tersebut. Sampai jumpa di kegiatan Kunta Wijaya berikutnya!

Keep respect to our heritage! ;)

Salam,
Sawitri Wening




Referensi: 

http://wayang.wordpress.com/2006/10/24/gatotkaca-kembar/

http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3563

http://www.sekolahjurnalistikantara.com/baca/karkhas/1361590435/sedikit-uang-lelah-untuk-lestarikan-wayang-orang

Raden Bharata dari Kisah Ramayana

Hai Fellas Wayangers, salam cinta untuk budaya Nusantara! 

Tulisan kali ini akan membahas mengenai salah satu tokoh yang terdapat di kisah Ramayana, yaitu Bharata. Siapakah Bharata? Nah, sebelum berkenalan lebih dekat dengan Bharata, alangkah baiknya jika Kita mengulang sedikit tentang Wayang itu sendiri. 

Siapa sih yang nggak pernah dengar Wayang? Salah satu yang kita ketahui, wayang yang sangat identik dengan kebudayaan Jawa Kuno. Sebenarnya apakah Wayang itu? Wayang adalah salah satu kebudayaan Nusantara yang berbentuk pertunjukan bayangan boneka diiringi dengan musik gamelan. Tidak hanya berkembang pesat di Jawa dan Bali, namun wayang juga berkembang di Sumatra dan Semenanjung Malaya yang terpengaruh oleh kebudayaan Hindu. 

Kita harus bangga dengan kebudayaan ini, sebab pada tanggal 7 November 2003, budaya Wayang Indonesia menjadi salah satu Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity oleh UNESCO PBB. Sementara sejarah pasti masuknya Wayang di Indonesia masih belum diketahui hingga sekarang. Namun dalam Prasasti Balitung (Mantyasih) yang berangka 907 M pada masa Kerajaan Mataram Kuno (Medang) pemerintahan Dinasti Sanjaya, ditemukan kata “...galigi mawayang...” yang menurut para ahli berarti sudah ada pertunjukan Wayang pada masa itu.

Kebudayaan Wayang pun diserap oleh berbagai keyakinan agama untuk menyebarkan ajarannya di Tanah Nusantara ini. Contohmya adalah ayang Kulit yang digunakan oleh para Sunan pada masa kerajaan untuk melakukan penyebaran agama Islam di jawa. Selain itu, ada juga Wayang Wahyu bersumber dari Alkitab Katolik, diprakarsai oleh Pastor Timotheus L. Wignyosubroto pada 1960.

Pertunjukan Wayang


Nah, teman-teman sudah cukup paham kan tentang apa itu Wayang? Saatnya Saya menceritakan mengenai salah satu tokoh, Bharata. Di India, terdapat suatu sejarah yang cukup membingungkan. Berdasarkan sumber yang saya dapatkan, nama Bharata muncul baik di kitab Ramayana & Mahabharata serta kitab Wisnupurana. Pada kesempatan kali ini Saya akan bercerita mengenai kehidupan Bharata dari kitab Ramayana.


*

BIODATA BHARATA versi kitab RAMAYANA
Nama : Bharata Wangsa
Dinasti : Suryawangsa
Daerah kekuasaan : Ayodhya dan Takshshila
Ayah : Dasarata (Raja Ayodhya)
Ibu : Kekayi
Istri : Mandawi
Anak : Taksa dan Puskala

BIODATA BHARATA versi kitab WISNUPURANA
Nama : Bharata (dengan nama kecil, Sarwadamana)
Wangsa/Dinasti : Wangsa Chandra
Daerah kekuasaan : Bharatawarsha (Asia Selatan)
Ayah : Duswanta (Raja Kuru)
Ibu : Sakuntala
Istri : Sunandadewi
Anak : Bhumanyu dan Bharadwaja (anak angkat dari Dewa Marudgana)


KELUARGA DAN MASA KECIL
Ayah dari Bharata yang bernama Dasarata, merupakan Raja dari kerajaan Ayodhya. Dasarata memiliki 3 istri, yaitu Dewi Kosalya memiliki putera bernama Rama; Dewi Sumitra memiliki putera kembar bernama Laksmana dan Satrugna; Dewi Kekayi memiliki putera bernama Bharata.

Keempat saudara tersebut saling menyayangi satu sama lain, dimana mereka dididik oleh Resi Wasista. Wasista sendiri merupakan salah satu penulis kitab Weda, serta merupakan leluhur dari Maharesi Wiyasa yang kelak akan menulis kitab Mahabharata. Dalam kitab Ramayana juga menyebutkan bahwa Bharata cenderung dekat dengan Satruga, sementara Rama dekat dengan Laksmana.

MASA PEMBUANGAN RAMA
Inilah susahnya memiliki banyak istri, pasti akan ada kecenderungan untuk saling menjatuhkan. Atas hasutan dari seorang pelayan nan licik, Dewi Kakayi memaksa Dasarata untuk menjadikan puteranya, yaitu Bharata, sebagai penerus takta kerajaan. Walaupun secara adat, Rama sebagai putera dari istri pertama, yang berhak meneruskan takta. Bahkan Dewi Kakayi pun mampu mempengaruhi Dasarata untuk mengusir Rama ke hutan untuk menjalani pengasingan selama 14 tahun, ditemani oleh istri tercinta yaitu Dewi Sinta serta adik yang setia yaitu Laksmana.

Kelakuan tersebut belum diketahui oleh Bharata, yang pada saat itu masih beada di kerjaan pamannya, kerajaan Kakaya yang jauh dari Ayodhya. Atas desakan para menteri Ayodhya yang resah akan kejangalan yang terjadi, serta telah wafatnya Dasarata, maka Bharata pun kembali ke Ayodhya. Namun setibanya di Ayodhya, Bharata mendapati Rama, Dewi Sinta, dan Laksmana sudah meninggalkan kerajaan untuk menjalani pengasingan selama 14 tahun. Karena kejanggalan yang terjadi berada di luar nalar Bharata, atas desakannya, Dewi Kakayi menceritakan semua yang terjadi. Bharata pun murka, dan tidak bersedia menduduki tahta yang seharusnya milik Rama.

Bharata menyusul Rama menuju hutan tempat pengasingan dan menginginkan Rama kembali dan menjadi Raja Ayodhya. Namun Rama menolak, dan berjanji bahwa Rama akan kembali dan menjadi Raja Ayodhya setelah “janji pria sejati” yaitu masa pengasingan selama 14 tahun berakhir. Rama sangat menghormati perintah Ayahandanya, Dasarata. Bharata ditugaskan oleh Rama untuk kembali, dan bersedia memerintah Ayodhya untuk sementara dengan bijaksana. Atas dasar perintah Rama, Bharata dengan hormat bersedia memerintah Ayodhya, dan sandal dari Rama menjadi lambang bahwa Bharata memerintah Ayodhya atas nama Rama.

MASA PEMERINTAHAN BHARATA DI AYODHYA DAN TAKSHSHILA
Selama 14 tahun Bharata memerintah Ayodhya dengan bijaksana. Ayodhya dibawa menjadi kerajaan yang makmur dan sejahtera. Selama pemerintahan itu pula Bharata masih tidak bisa memaafkan tindakan kejam Ibunya, Dewi Kekayi. Walau demikian, namanya juga Ibu sendiri, Bharata tetap memberikan kasih sayang kepada Dewi Kekayi. Namun kepada Dewi Kosalya dan Dewi Sumitra, Bharata lebih menaruh perhatian kepada mereka. Hal ini ditujukan untuk mengurangi kesedihan mereka karena Rama dan Laksmana yang sedang menjalani masa pengasingan di hutan selama 14 tahun.

Sementara dalam rangka memperluas wilayah kekuasaan, Bharata berhasil menaklukkan suku Gandharwa (raksasa) dan mendirikan kerajaan baru dengan nama Takshshila. Konon ibukota Uzbekistan, Tashkent, merupakan wilayah dari Takshshila. Takshshila sendiri meliputi wilayah Pakistan, Afganistan, dan sebagian Asia Tengah.

AKHIR RIWAYAT
Kembalinya Rama dari masa pengasingan, Bharata diangkat menjadi Yuwaraja (Raja Muda / Calon Raja penerus). Pada awalnya, Laksmana lah yang ditunjuk sebagai Yuwaraja karena kesetiannya menemani Rama selama pengasingan. Namun Laksmana menolak dan menunjuk Bharata karena kebajikannya yang sangat luar biasa tinggi serta memakmurkan Ayodhya.

Setelah pemerintahan yang gilang gemilang, Rama memutuskan untuk berhenti memerintah Ayodhya dan memutuskan untuk bertapa. Bharata dan Satrugna pun mengikuti jejak Rama. Pada saat Rama berata di tengah sungai Serayu, Rama berubah wujud menjadi Mahawisnu. Sementara tubuh Bharata dan Satrugna bersatu dengan tubuh Mahawisnu. Yak begitulah kisah singkat Bharata pada kitab Ramayana. Nilai-nilai budi luhur Bharata sangat pantas untuk dicontoh oleh Kita, khususnya Bharata yang tidak haus akan kekuasaan karena cinta kasihnya kepada Rama.

Salam,
Baharudin Taufiq Rizkytata