Pada Hari Sabtu, 15 Februari 2014 lalu, beberapa anggota Komunitas Wayang Kunta Wijaya berkesempatan mengunjungi salah satu tempat pertunjukkan seni wayang orang di Jakarta. Tempat tersebut bernama "Gedung Wayang Orang Bharata" yang terletak di Jl. Kalilio No. 15, Senen. Letaknya tidak jauh dari Terminal Bus Senen.
(Sumber: google) |
Sekelumit Kisah tentang "Gedung Wayang Orang Bharata"
Setelah beberapa lama renovasi dilakukan pada Gedung Wayang Orang Bharata, akhirnya kelompok seni tersebut kembali menggelar pementasan di gedung yang telah mengalami pemugaran pertama kali pada tahun 1999 sampai dengan 2005. Kelompok seni Bharata telah mementaskan lakon-lakon pewayangan kepada masyarakat sejak tahun 1972 dan sempat vakum selama kurang lebih enam tahun karena adanya pemugaran gedung pertunjukkan. Eksistensi kelompok seni Wayang Orang Bharata yang cukup lama ini menyuguhkan pengalaman nostalgia bagi para pecinta wayang orang yang telah sepuh. Para pecinta wayang orang di kalangan anak muda pun disuguhkan suasana pertunjukkan wayang orang yang klasik.
Suasana klasik tersebut langsung terasa saat melihat lukisan embos bergambarkan Para Pandawa yang terpampang jelas tepat di depan pintu masuk. Di kedua sisi pintu gedung, terdapat dua patung dwaralapa yang sangat identik dengan bangunan-bangunan khas Jawa. Masuk ke ruang pertunjukkan, kita akan menemukan deretan kursi-kursi penonton yang terbuat dari kayu, berbeda dengan kursi yang sering kita temui di bioskop-bioskop saat ini. Kesan klasik tersebut tetap dijaga, meskipun telah banyak perubahan dan teknologi-teknologi yang diterapkan untuk mendukung terlaksananya pertunjukkan yang lebih baik lagi.
Suasana kursi penonton sebelum pertunjukkan dimulai |
Pertunjukkan Tarian |
Pertunjukkan wayang orang saat itu berjudul "Gatotkaca Senapati." Terdengar cukup menarik di telinga kami yang terhitung masih awam dengan kisah-kisah pewayangan. Siapa yang tak kenal dengan sosok yang kerap kali disebut memiliki otot kawat tulang baja tersebut. Maka, kami berlima pun berangkat menuju gedung pertunjukkan di Kawasan Senen tersebut setelah mereservasi tiket kelas 1. Range harga tiket pertunjukkan untuk Wayang Orang Bharata ini cukup terjangkau, yaitu:
VIP Rp 60.000,-
Kelas 1 Rp 50.000,-
Balkon Rp 40.000,-
Pertunjukkan baru dimulai sekitar pukul 9 malam. Saat itu, kursi penonton tidak terisi penuh, namun tetap ramai. Kebanyakan penonton datang dari kalangan orang tua dan para pemuda, bahkan juga anak-anak. Hal ini menunjukkan masih adanya antusiasme masyarakat ibu kota terhadap pertunjukkan wayang orang. Pertunjukkan ini berdurasi sekitar tiga jam dan menggunakan bahasa Jawa sebagai pengantarnya. Bagi penonton yang tidak mengerti bahasa Jawa, disediakan teks berjalan di atas panggung teater yang berisi ringkasan cerita mengenai adegan yang tengah dipentaskan dalam bahasa Indonesia.
Prabu Bukbis |
Pertunjukkan dimulai dengan adegan perang antara Hanoman dengan Bukbis, anak dari Rahwana yang diperintah untuk menghabisi pasukan Rama pada saat menyerbu Alengka. Pada adegan itu, diceritakan bahwa Bukbis memiliki kesaktian berupa topeng yang dapat memancarkan api, yang disebut topeng waja. Hanoman berhasil mengalahkan Bukbis dengan menggunakan cermin. Bertahun-tahun kemudian, topeng waja tersebut jatuh ke tangan Boma Narakasura, yaitu anak dari Prabu Kresna. Topeng tersebut nantinya akan digunakannya untuk melawan Gatotkaca dalam perebutan gelar senapati.
Diceritakan, Sadewa datang ke Dwarawati untuk meminta bantuan Kresna melancarkan penobatan Gatotkaca yang pada saat itu sedang sakit. Mendengar hal itu, Boma Narakasura alias Sutedjo marah. Ia menganggap hal tersebut seharusnya tidak perlu campur tangan ayahnya. Ia mengatakan kalau di Dwarawati sendiri masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Sementara itu, pihak Pandawa selalu berlari ke ketiak ayahnya untuk meminta bantuan.
Boma Narakasura alias Sutedjo |
Dengan berbagai pertimbangan, Kresna akhirnya menyanggupi menemui Gatotkaca yang sedang sakit di Pringgondani. Saat pertemuan tersebut, tanpa diduga, Gatotkaca mengalami mukswa/menghilang dari singgasananya.
Di kahyangan, para dewa sedang berdebat mengenai siapa yang pantas menjadi senapati dengan memberikan tugas membuat jalan dari Kahyangan ke Tegal. Boma Narakasura/ bermaksud mengalahkan Gatotkaca dengan cara mengambil alih tugas tersebut.
Singkat cerita, Gatotkaca bertemu dengan Boma Narakasura di jalur Kahyangan - Kurusethra. Ia pun bertarung melawan Boma Narakasura yang menggunakan topeng waja sebagai pusaka. Gatotkaca berhasil mengalahkan Boma Narakasura setelah diberitahu Nakula tentang kelemahan pusaka tersebut, yaitu dengan menggunakan cermin.
Prabu Kresna yang pada saat itu cenderung mendukung anaknya, Boma Narakasura, meminta maaf atas kelakuan anaknya. Ia pun menyanggupi untuk membantu Gatotkaca menyelesaikan tugasnya membuat jalan dari Khayangan ke Tegal Kurusethra.
Amanah memang tidak pernah salah memilih siapa yang memikulnya. Apabila kita beranggapan sanggup memikul suatu amanah, sudah tentu cara-cara yang baiklah yang harus kita tempuh untuk mendapat kepercayaan tersebut. Boma Narakasura ingin dipilih menjadi senapati di perang Bharatayudha nanti, ia pun melakukan cara curang untuk mendapatkannya. Hasratnya tersebut lebih karena ia ingin mengalahkan Gatotkaca, bukan karena ingin mengabdi.
Anggota Kunta Wijaya (minus saya :'D) |
Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah tersebut. Sampai jumpa di kegiatan Kunta Wijaya berikutnya!
Keep respect to our heritage! ;)
Sawitri Wening
Referensi:
http://wayang.wordpress.com/2006/10/24/gatotkaca-kembar/
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3563
http://www.sekolahjurnalistikantara.com/baca/karkhas/1361590435/sedikit-uang-lelah-untuk-lestarikan-wayang-orang